Rabu, 01 Desember 2010

Srandul

Srandul
A. Sejarah Srandul
Darimanakah kesenian Srandul, banyak orang yang tidak tahu tentang hal ini. Termasuk para seniman Srandul dari desa Gunung Ungaran yang pada malam purnama 17 juli 2008 kemarin lusa pentas di Gedong Putih Mojosongo. Sepertinya mereka setuju bahwa kesenian itu adalah kesenian turun-temurun dari para pendahulunya.
Ada yang memaknai bahwa Srandul mempunyai kaitan dengan kisah tentang sumpah Kanjeng Sunan Kalijaga kepada pengikutnya. Konon, wali itu begitu gemas menyaksikan mereka hanya tetembangan dan mendendangkan pujian-pujian sembari menabuhi apa saja, sementara serambi masjid yang sedang direnovasi belum rampung. Padahal, pelafalan salawat mereka sangat tidak fasih alias pating srandul. Maka, jadilah srandul.
“Memang sulit menjelaskan asal-usul kesenian srandul”,kata mereka. Mereka juga tak mempermasalahkan kebenaran kisah tentang Sunan Kalijaga itu. Yang pasti, telah turun-temurun mereka menjadikan srandul sebagai medium berkesenian sekaligus ritual kebudayaan.
Srandul mereka pakai sebagai medium untuk ritus sedekah bumi atau ruwatan atau kalau ada pageblug (bencana).Dahsyatnya,mereka selalu nyrandul semalam suntuk.





1
B. Pengertian Srandul
Dalam berbagai sudut pandang  masyarakat srandul dapat di artikan dengan berbagai pengertian / deskripsi yang berbeda namun pada umumnya intinya sama. Kesenian srandul termasuk jenis drama tari. Kesenian ini berbasis pada drama tradisional kerakyatan yang menampilkan kisah-kisah yang berhubungan dengan persoalan - persoalan pertanian, berkubang pada persoalan kesuburan, kemakmuran, wabah, dan bencana. Karakteristik yang paling menonjol dalam tampilan kesenian ini adalah dipakainya oncor yang ditancapkan di tengah arena pertunjukan yang mempunyai nilai simbolik dari bagian ritualnya. Di samping itu unsur ekualitas antara pemain dan pengrawit yang bisa dialog langsung dalam mengisi cerita. Srandul dapat dimanfaatkan diberbagai kesempatan, antara lain : pementasan, upacara-upacara yang berkenaan dengan pertanian dengan durasi waktu sampai semalam suntuk dalam beberapa episode. Kesenian ini memberikan tekanan pada unsur kesakralan ritual dan hiburan.
Berikut pengertian srandul sebagai berikut :
1.      Seni pertunjukan yang berada pada jalur seni drama atau seni peran.
2.      kesenian tradisional rakyat yang menggambarkan tentang kehidupan Demang pada jaman kerajaan.
3.      Tarian magis yang ditarikan malam hari untuk mengusir pagebluk (wabah penyakit atau hantu).
4.      Cerita rakyat yang tidak terbatas pada kisah tokoh tokoh tertentu saja
5.      Merupakan kesenian tradisional rakyat yang menggambarkan tentang kehidupan demang pada jaman kerajaan.
6.      Wadah berkesenian sekaligus media kritik sosial atas menganganya disparitas sosial (baca: ketidakadilan) dan karut-marutnya kehidupan

2
C.               Alat yang di gunakan untuk pementasan Srandul
Dalam kesenian srandul ini dilakukan dengan dialog yang berupa parikan atau tembang dan percakapan. Kesenian srandul ini semula timbul di dukuh Jogodayoh Desa Gumulan. Adapun srandul ini masih berkembang dengan baik di Prambanan dan Kemalang.Di dukuh Semanding kampung terpencil berjarak hanya 1,5 kilometer perbatasan Kabupaten Temanggung-Kendal atau persisnya di Desa Kedungboto, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah terdapat perkumpulan kesenian tradisional Srandul.
 Adapun alat alat yang di gunakan untuk pementasan sangatlah sederhana, yaitu berupa kendang,angklung dan terbang besar. Yang perlu di garis bawahi adalah penggunaan alat musik yang Seluruh alat musik pengiringnya terbuat dari bambu. Meskipun demikian alat-alat musik
yang dipergunakan dan tehnis penyajiannya adalah seragam.

D.               Pementasan Srandul
http://bp0.blogger.com/_p1Zo07lnDOM/SJK0JL0UxLI/AAAAAAAAAEg/fxhZYouxVtM/s320/serandul1.jpgDalam kesenian srandul ini dilakukan dengan dialog yang berupa parikan atau tembang dan percakapan. Srandul biasanya dilakukan kurang lebih 6 - 15 orang lengkap dengan iringan musik tradisional,yaitu 6 orang untuk menjadi pemusik dan 9 orang menjadi pemain. Pemain Srandul ini ada yang terdiri dari pria dan wanita,

3
tetapi ada pula yang hanya terdiri dari pria saja, dengan peran wanita dimainkan oleh pria.Kostum yang dipakai dalam pertunjukan Srandul adalah pakaian-pakaian yang biasa dikenakan orang-orang pedesaan sehari-hari, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.Dialog di atas pentas juga merupakan dialog dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan aktivitasnya diwujudkan dengan tarian.
Pertunjukan Srandul dipentaskan pada malam hari, dengan lama pertunjukan yang tidak tentu, tergantung pada permintaan. Sebagai pra-tontonan hanya diberikan tetabuhan. Srandul menggunakan tempat pementasan berbentuk arena dengan alat penerangan yang sampai sekarang Tetap dipertahankan, yaitu obor
Para pelakon sambil mengitari sebuah obor melantunkan syair-syair disertai dengan gerakan tari khas. Uniknya pertunjukkan ini meskipun ada tokoh perempuan, tetapi tetap saja yang memerankan seorang pria dengan memakai atribut wanita. Alasannya karena seorang wanita tidak pantas menari dan nembang di hadapan orang yang bukan muhrimnya. ini sangat kental kaitannya dengan ajaran-ajaran Islam. Pemain perkusi tidak hanya menabuh dan memukul alat musik, tetapi juga melantunkan syair sebagai sahutan lantun dari para aktor yang di mainkan
Syair-syair yang dilantunkan juga menggambarkan rasa syukur masyarakat terhadap sang Pencipta atas limpahan rizqy yang diberikanNya. Hal ini tercermin dalam beberapa syair yang mengagungkan nam Alloh dan Rasulullah. Dalam setiap pertunjukkan kurang lebih ada 25 syair yang dilantunkan secara bergantian sesuai dengan lakon yang diperankan.

4
Kesenian yang sudah hampir 50 tahun ditelan zaman ini mulai dimainkan kembali oleh generasi ketiga di Jepitu, Gunung Kidul. Melalui pelaku-pelaku kesenian yang masih hidup, mereka menggali kembali tentang tekhnik serta syair-syair yang dilantunkan saat pertunjukkan
http://bp1.blogger.com/_p1Zo07lnDOM/SJKz2noDgNI/AAAAAAAAAEY/AdD_RRwaOWc/s320/serandul4.jpgSrandul mereka pakai sebagai medium untuk ritus sedekah bumi atau ruwatan atau kalau ada pageblug (bencana). Dahsyatnya, mereka selalu nyrandul semalam suntuk.Hanya diiringi dua angklung yang diberi ornamen bulu unggas, sebuah kendang sebagai penanjak, dan sebuah gong tiup dari bambu (instrumen khas kesenian lengger dari Banyumas), serta sekelompok penggerong, 16 adegan dikemas. Itu masih diawali adegan jejer 12 pemain, semacam prelude dan untuk berdoa (semacam suluk dalam pewayangan). Namun yang dipentaskan di Gedong Putih kemaren hanya sepenggalannya saja, dengan durasi kurang lebih 2 jam. Mereka membawakan srandul badut sawahan. Badut? Ya, 16 adegan yang ada selalu diembel-embeli kata ''badut''. Misalnya, ''Badut Ngarep'' (adegan I), ''Badut Manuk''(II), atau pengakhir adegan ''Badut Kuthut''. Ceriteranya adalah tentang seorang yang mempunyai sawah yang luas namun tak kuasa mengolahnya.
Ada kesan, sesuatu yang pating srandul, bagi mereka, hal ini dimanifestasikan dengan cara membadut. Dialog-dialog antara pemain dengan kru selalu berupa upaya ''membanyol'', meskipun diucapkan dengan nada datar.Tapi, badut dan membadut pada pertunjukan srandul tidak bisa diidentifikasi begitu saja dengan ungkapan ''menghibur secara murahan''.

5
Bagi mereka, itu sebuah ritus. Boleh jadi, doa, tari, dialog berkesan ''membanyol'' dan atraksi bernuansa mistis seperti menelan obor untuk merampungi pertunjukan adalah medium ritual paling pas untuk berhuhungan dengan Tuhan.Pembadutan bisa jadi cara paling representatif buat mereka untuk bisa ''akrab'' dengan Sang pencipta. Kalau tidak untuk itu, mengapa mereka menyebut Tuhan sebagai Mas Pangeran dalam doa mereka. Dengan kegiatan ini maka diharapkan menjadi sarana sosialisasi tentang adanya kesenian tradisi dimasyarakat sehingga tidak hilang atau tergerus oleh kesenian-kesenian kontemporer saat ini.

















6

Tidak ada komentar: